Minggu, 31 Oktober 2010
Djadjang Nurdjaman "From Zero to Hero"
SELAIN Ade Dana, ada satu nama lain yang pernah mengantarkan Persib Bandung menjadi juara, baik sebagai pemain maupun pelatih. Dia adalah Djadjang Nurdjaman. Sebagai pemain, Djadjang mengantarkan Persib menjuarai Kompetisi Perserikatan 1986, 1989-1990 dan 1993-1994. Sebagai pelatih, Djadjang merasakan gelar juara ketika menjadi asisten pelatih Indra M. Thohir di Liga Indonesia (LI) I/1994-1995.
Namun, dari empat kesempatan merasakan gelar juara bersama Persib, baik sebagai pemain maupun pelatih, momen yang paling berkesan dan takkan pernah dilupakan Djadjang adalah ketika "Maung Bandung" menjuarai Kompetisi Perserikatan 1986. Pasalnya, dalam pertandingan final menghadapi Perseman Manokwari di Stadion Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno), Djadjang merupakan pahlawan kemenangan lewat gol tunggal yang dicetaknya pada menit 77. Usai pertandingan, Djadjang dielu-elukan puluhan ribu bobotoh. "Itulah momen yang takkan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya," kata Djadjang.
Namun, delapan tahun sebelumnya, Djadjang pernah menangis karena gagal mempertahankan eksistensi Persib di jajaran elit persepakbolaan nasional. Ketika Persib degradasi ke Divisi I Kompetisi Perserikatan pada tahun 1978, karena PSSI mulai memberlakukan pembagian divisi, Djadjang merupakan salah seorang pemain yang tampil dalam pertandingan "play-off" melawan Persiraja Banda Aceh. Persib gagal masuk ke dalam lima tim yang berhak tampil di Divisi Utama karena kalah 1-2 dari Persiraja.
Komposisi pemain yang tampil dalam pertandingan "play-off" pada tanggal 27 Januari 1978 itu adalah Syamsudin (kiper), Bambang, Kosasih, Encas Tonif, Giantoro/Herry Kiswanto, Zulham Effendi, Cecep, Nandar Iskandar, M. Atik/Djadjang Nurdjaman, Max Timisela, Teten. "Sebagai pemain yang masih junior, waktu itu saya sangat terpukul dan sedih karena Persib gagal bertahan di jajaran elit sepak bola nasional," ujarnya.
Hijrah ke Galatama
Berbekal luka mendalam, Djadjang memutuskan untuk meninggalkan Persib dan beralih menjadi pemain profesional yang tampil di Kompetisi Galatama. Ketika meninggalkan Bandung, anak Majalengka ini berharap suatu saat kembali untuk memberikan sebuah kebanggaan buat Persib. Tim yang dibelanya di Galatama adalah Sari Bumi Raya Bandung (1979-1980), Sari Bumi Raya Yogyakarta (1980-1982), Mercu Buana Medan (1982-1985).
Ketika Mercu Buana bubar pada pertengahan tahun 1985, Djadjang memutuskan pulang kampung dan langsung diterima pelatih Nandar Iskandar sebagai anggota skuad Persib yang tengah berjuang di Kompetisi Perserikatan 1986. Harapan Djadjang untuk mengobati lukanya pada tahun 1978 akhirnya kesampaian, ketika Persib akhirnya menjadi juara pada musim itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar